Monthly Archives: October 2014

3 NAFAS LIKAS : Tarikan Nafas Nasionalisme Dalam Drama Biopik (Review)

141091724380880_732x1080

Rating 7/10

Banyak orang yang tidak tahu sosok Almarhum Bapak Jamin Gintings yang berasal dari tanah Karo. Beliau adalah salah satu pejuang kemerdekaan yang juga mantan Dubes RI di Canada. Mengingat kisah hidupnya yang penuh inspirasi dan bisa mempertebal rasa nasionalisme bangsa, anak keturunan beliau mencoba mengangkat kisah hidupnya dengan sudut pandang istri beliau dalam 3 Nafas Likas.

Film yang digarap apik oleh Rako Prijanto dan ditulis skenarionya oleh penulis skenario kawakan Titien Wattimena ini, mampu membuat penonton merasakan betapa perjuangan menggapai kebahagiaan harus melalui jalan yang berliku dan terjal. Cerita dan plot yang disajikan kepada para penonton juga tidak berat mudah dicerna dengan baik. Bergaya naratif dari sudut pandang Likas dari kecil sampai usia senjanya.

Penonton juga diyakinkan oleh departemen artistik yang dengan setting tahun 1940an, 1960an sampai setting jaman sekarang yang cukup mengesankan dan tentunya sangat menghidupkan suasana film tersebut.

Berbekal pengalaman di film Sang Kiai rupanya Rako Prijanyo mampu memberikan tampilan adegan perang yang lebih bagus dan lebih meyakinkan disini. Kemungkinan apabila kedepannya ada sebuah project dengan setting perang yang lebih kompleks dia mampu mengeksekusi dengan baik. Rako juga berhasil mengarahkan para pemain dengan baik, meski pada beberapa scene agak sedikit janggal. Terutama ketika scene yang memperlihatkan serdadu jepang, para cast nya masih terlihat berwajah jawa atau asia tenggara.

Sementara itu akting dua pemain utama Atiqah Hasiholan sebagai Likas dan Vino G Bastian sebagai Djamin Gintings bermain sangat baik. Kekompakan kedua pemain ini dalam berperan sebagai suami istri juga cukup meyakinkan. Sedangkan permainan Jajang C Noer sebagai orang Karo masih sedikit agak kurang meyakinkan, mungkin stereotipe dia dalam film-film terdahulu sebagai orang Padang.

Walaupun 3 Nafas Likas adalah film biopik dari salah satu tokoh di Indonesia, namun penonton seolah dibawa pada dunia Likas yang cukup membuat penonton larut dalam suasana drama. Pada akhirnya salah satu film baik yang diproduksi oleh sineas tanah air berhasil disajikan tahun ini dan sangat layak tonton oleh masyarakat Indonesia.

IMG_20141020_141707

Genre Drama
Language Indonesian
Director Rako Prijanto
Cast Atiqah Hasiholan, Vino G. Bastian, Jajang c. Noer
Release Date 16 October 2014

THE BOOK OF LIFE: Cerita Cinta Tanggung Dan Taruhan Dua Dewa Mexico (Review)

BOL-20140529-560x780

Rating 5/10

Penonton akan menyangka kalau The Book of Life sekilas adalah film animasi kelam layaknya film animasi garapan Tim Burton seperti Corps Bride atau Frankenweenie, karena sama-sama bertemakan kisah dunia arwah dan dibawah producer Guillermo del Toro yang notabene adalah sineas yang sering menghadirkan film-film bernuansa kelam juga. Namun dugaan itu terpatahkan ketika menyaksikan sendiri film yang berdurasi sekitar 95 menit ini. Dunia penuh warna-warni dan keceriaan serta banyaknya lagu soundtrack yang diperdengarkan menjadikan film yang dirilis menjelang Halloween ini jadi lebih ceria.

Konten ceritanya sendiri meskipun adalah film animasi, The Book of Life lebih cocok untuk kalangan remaja ketimbang untuk anak-anak. Karena masalah percintaan  lebih dikedepankan daripada sebuah persahabatan yang umumnya film anak-anak.

Cerita diawali oleh serombongan anak-anak sekolah yang datang ke museum dalam rangka study tour. Bagi anak-anak itu ke museum adalah hal yang mebosankan, hingga datang penjaga Museum yang cantik mengajak anak-anak tersebut masuk dan memandu mereka dengan cara yang asyik. Ia mengajak anak-anak tersebut membuka Book of Life yang ada dimuseum tersebut dan menceritakan sebuah kisah cinta segitiga yang ada di Mexico. Dimana di kota San Angel, Mexico dua orang Dewa yang tinggal di dunia yang berbeda yaitu La Muerte (Kate del Castillo) Dewa penguasa tempat orang-orang yang selalu ingat kepada leluhurnya dan Xilbalba (Ron Pelman) Dewa penguasa orang-orang yang lupa akan leluhurnya. Dalam sebuah festival orang San Angel yang mereka sebut Day of the Dead, mereka percaya dimana arwah orang akan selalu terkenang dalam ingatan anak cucu mereka akan datang menemui mereka dalam perayaan tersebut.

Kedua dewa tersebut mengadakan taruhan dimana kalo Xilbalba menang dia akan menjadi penguasa tempat orang-orang yang selalu ingat dan juga sebaliknya. Dalam festival itu ada tiga anak kecil yang menjadi object taruhan mereka yaitu Manolo (Diego Luna) anak seorang Matador, Joaquin (Channing Tatum) seorang anak pemberani dan Maria (Zoe Zaldana) seorang anak Jenderal. Mereka bertaruh dari kedua anak lelaki tersebut siapa yang akan menikahi Maria. La Muerte sendiri mendukung Manolo sebagai jagoannya sedangkan Xilbalba mendukung Joaquin.

Kisah cinta segitiga tersebut berlanjut hingga anak-anak tersebut telah dewasa. Maria yang sebenarnya suka dengan Manolo harus terhalangi oleh ayahnya yang ternyata lebih bangga dengan Joaquin yang pemberani karena mampu melindungi kota San Angel dari para musuh. Kedua dewa La Muerte dan Xilbalba terus memantau ketiga bahan taruhan mereka. Hingga suatu hari cara Xilbalba yang curang harus berurusan dengan takdir ketiga bocah tersebut.

Sangat disayangkan meskipun gambar dan tampilan yang disajikan cukup bagus namun elemen humor yang biasa mewarnai film-film animasi terasa kurang dan tidak menimbulkan keriangan bagi penonton. Sehingga Book of Life agak terasa menjadi film animasi yang tanggung.

IMG_20141020_141653

Genre Animation
Language English
Director Jorge Gutierrez
Cast Diego Luna, Channing Tatum, Zoe Zaldana
Release Date 17 October 2014

TABULA RASA: Sajian Sederhana Yang Menggugah Rasa

TR Theatrical Poster

 

 

Rating (7/10)

 

Sebagian masyarakat Indonesia tentu sudah pasti tahu kelezatan masakan Padang yang hampir dipelosok kota mudah ditemui. Mungkin sebagian dari kita tidak peduli akan proses pembuatan dan makna dibalik masakan tersebut, yang kita lakukan biasanya hidangan disaji lalu disantap. Namun tidak demikian dengan karya terbaru produser Sheila Timothy (Pintu Terlarang, Modus Anomali), sebuah genre baru bagi perfilman Indonesia berhasil ia tampilkan dengan sederhana tapi cukup dalam untuk penonton film tanah air.

Banyak sekali renungan dibalik kesederhanaan cerita yang disajikan. Ada salah satu adegan dimana Emak (Dewi Irawan) memberikan pantun dalam bahasa minang kepada Hans (Jimmy Kobogau) yang berisi sebuah filosofi membuat rendang yang enak harus dengan pengadukan santan yang tepat, yang mana apabila terlalu cepat atau terlalu lambat dalam mengaduk santan rending tersebut maka hasilnya tidak sempurna.

Skenario yang ditulis Tumpal Tampubolon juga mencoba memberikan sidniran-sindiran halus terhadap kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Salah satu adegan yang mengena ketika Emak dan Hans belanja bawang merah dia harus memilih bawang lokal untuk mendapatkan citarasa masakan yang sedap meskipun harga lebih mahal dari pada bawang impor. Ini merupakan sindiran terhadap pemerintah terhadap kebijakan impor yang merugikan petani.

Kemudian ada symbol kapitalisme dimana sebuah Rumah Makan Padang yang megah berdiri melawan Rumah Makan milik Emak yang mengalami krisis kerena harga bahan baku yang merangkak naik dan konflik internal setelah kedatangan Hans. Ini sangat relevan sekali dengan kondisi perekonomian Indonesia dimana sektor UKM (Usaha Kecil Menengah) harus melawan pengusaha kakap secara langsung.

Konflik dalam film ini sendiri mengalir dengan baik dan tidak berlebihan saat disajikan kepada penonton sehingga seakan-akan penonton juga seperti merasakan sebuah masakan dengan bumbu yang pas tanpa harus mengecap rasa yang kurang sedap sehingga tanpa sadar penonton menerima alasan-alasan dalam konflik tersebut. dengan logis.

Dalam mengarahkan para pemain, Sutradara debutan Andrianto Dewo bisa dibilang cukup baik. Akting para pemain terlihat natural dan tidak kaku meskipun seperti Jimmy Kobogau, Ozzol Ramdan merupakan aktor-aktor yang belum banyak berkecimpung di dunia layar lebar Indonesia. Sementara dua pemain yang lain Dewi Irawan dan Yayu Unru sudah tidak diragukan lagi kualitas akting dilayar lebar. Konflik antar pemain yang di gambarkan dengan ekspresi yang ditampilkan para aktor-aktor tersebut cukup membuat penonton yakin.

Alunan music yang mengiringi juga cukup asyik didengar, tembang lawas Teluk Bayur serta nuasana retro menghiasi hampir sepanjang film. Meski aroma lip-sync oleh salah seorang pengamen dalam menyanyikan lagunya masih terasa kental.

IMG_20141002_145750

 

 

Genre Drama
Language Indonesian
Director Andiyanto Dewo
Cast Dewi Irawan, Jimmy Kobogau, Ozzol Ramdan, Yayu Unru
Release Date 25 September 2014